Ada pertanyaan
yang menggelitik saya ketika membaca buku ini. Rasa penasaran membawa saya
membaca buku yang ditulis oleh Felix Y Siauw, seorang muallaf yang juga
pengemban dakwah. Beliau aktif di twitter dan juga menulis beberapa buku. Btw,
apa yang membedakan tulisannya dengan tulisan orang lain yang bertema serupa?
Saya rasa karena tulisannya berdasarkan kisah yang memang ia alami sendiri,
tidak hanya teori semata.
Buku How to
Master Your Habits ini adalah sebuah buku motivasi inspirasi islam yang
ditulis olehnya. Sebagai seorang muallaf, Ust Felix menggebrak paradigma bahwa
seorang ustad hanya dilahirkan dari kalangan orang yang sudah terdidik sejak
kecil untuk mengenal islam. Ia sendiri bahkan belajar secara intens setelah
menyatakan masuk dalam Islam, memilih Islam sebagai jalan hidupnya. Ada
beberapa point penting yang membuat buku ini istimewa. Buku ini memuat tentang
pola apa yang akan kita gunakan untuk membentuk habits kita, sama ketika Ust
Felix melatih habitsnya untuk menjadi master di bidang dakwah.
Kita dapat
menjadi apapun atau menguasai keahlian apapun yang kita inginkan bila kita
benar-benar menginginkannya, dengan cara membiasakan dan membentuk habits pada
diri kita. Menjadikan yang luar biasa menjadi kebiasaan. (halm 21)
Sehebat apapun
seseorang untuk berpikir, merasa dan beraktivitas ‘berbeda’ dengan habitsnya,
dia tidak akan bisa ‘menipu’ habitsnya. (halm 25)
Habits adalah hasil daripada pengulangan suatu
aktivitas dalam jangka waktu tertentu. Semakin banyak satu aktivitas diulang
dalam jangka waktu yang lama, maka habits akan semakin kuat. Habits dibentuk
dari practice(latihan) dan repetition(pengulangan) dalam rentang waktu
tertentu. (halm 37)
Ust Felix
mengatakan bahwa jika kita memperhatikan, melatih, dan tegas pada habits kita,
habits tersebut akan meletakkan dunia di bawah kakimu. Ini jika habitsnya baik
ya. Namun, jika yang diulang adalah habits yang jelek maka akan hancurlah
kehidupan kita. Maka, mengendalikan habits sepenuhnya ada di tangan kita
sendiri, sebagai pemegang kendali. Habits memang seperti spiral, hanya
ada dua pilihan di dalamnya, bertambah besar atau bertambah ciut.
Lalu, bagaimana
membiasakan kebiasaan baik alias habits baik ini kepada diri sendiri? Tentu
dengan mempertanyakan pada diri sendiri, “Why must I do this?” Iya, kenapa saya
harus melakukan ini? Memiliki alasan kuat adalah keharusan.
Strong why
adalah alasan yang sangat kuat. Strong why adalah jawaban dari pertanyaan
“mengapa kita harus melakukan hal itu?” Bisa jadi strong why datang dari
bayangan ‘bila kita berhasil’ atau apa yang terjadi ‘bila kita tidak berhasil’.
Ketika
seseorang tidak memiliki strong why yang cukup kuat untuk berbuat sesuatu, maka
dia akan menundanya terus-menerus. Dan walaupun dia memiliki strong why,
perbuatan tetap akan ditunda olehnya sampai ia meyakini alasan itu. (halm 59)
Ya, memang tak
ada yang instan di dunia ini. Tak ada the power of ujug-ujug, karena
bahkan penciptaan langit dan bumi pun dibentuk dalam masa yang lama oleh Allah.
Lalu, bagaimana membentuk habits dengan baik? Agar ia menjadi kebiasaan yang
akan selalu kita kerjakan secara otomatis. Jawabannya adalah 30 hari. Minimal
selama rentang waktu itu kita diajari untuk membuat satu pola kebiasaan baru,
dengan menggunakan 30 hari secara optimal, maka akan terbentuk habits baru.
Misalnya saja
seperti puasa, mengapa setelah puasa ramadhan kita akan mengalami kebiasaan
baik seperti ibadah lebih rajin, disiplin, dan tanpa paksaan? Karena kita sudah
membuat sebuah kebiasaan dari sesuatu yang dulu kita anggap luar biasa. Dan
untuk menjadi ekspert di bidang tertentu, kita pun wajib menambah jam terbang
latihan, repetisi dilakukan secara terus menerus selama 10.000 jam latihan.
Setelah lewat 10.000 jam, tubuh kita akan otomatis merespon kebiasaan baik itu.
Jadi, tak perlu dipaksapun kita yang terbiasa makan secukupnya akan kaget jika
makan lebih banyak dari porsi biasanya, misalnya saja begitu.
Ide untuk
melakukan perubahan itu memang baik, tapi lebih baik lagi jika langsung action.
Bagaimana jika kita terlalu banyak mencari alasan pembenaran kebiasaan lama
kita? Alasan adalah ciri orang yang gagal karena pencari alasan tak pernah
belajar. Karena itu sukses hanya ada, jika kita memilihnya secara sadar
untuk membangun habits baik menjadi sebuah pola dalam kehidupan kita
sehari-hari.
Dari segi gaya
bahasa, saya suka buku ini, ilustrasi yang diberikan juga memberi gambaran
lebih jelas tentang apa yang ingin disampaikan penulisnya. Beberapa kali saya
melihat penulis sengaja melakukan repetisi saat menuliskan "siapa itu ayah
dan ibu habits". Tujuannya memang untuk menyadarkan pembaca bahwa repetisi
semacam itu akan otomatis membuat saya teringat jawabannya, ketika akhirnya
ditanyakan lagi dalam sebuah pertanyaan di halaman berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar